Busana pengantin Keraton Yogyakarta yang menjadi acuan para pengantin di kalangan masyarakat Jawa adalah simbol keagungan yang memiliki makna dalam setiap perhiasan dan coraknya.
Tata cara mengenakannya mempunyai maksud: harapan dan doa bagi para pengantin untuk menyongsong kehidupan berkeluarga. Sebagai warisan budaya yang telah dikenakan sejak awal Kerajaan Mataram pada abad-17, wastra pengantin Keraton Yogyakarta kini telah berubah dan berkembang sesuai dengan zaman dan raja yang bertahta.
Kerabat Keraton Yogyakarta, GBPH Yudhaningrat pun mengamini bahwa perubahan wastra pengantin Keraton Yogyakarta dipengaruhi oleh raja yang bertahta. Setiap perubahan yang terjadi selalu menjadi acuan bagi masyarakat umum meskipun ada beberapa corak yang dikhususkan hanya untuk keluarga raja.
KRT Manu, seorang filolog dan pembaca lontar kuno mengungkapkan bahwa para Brahmana memunculkan ilmu membuat wastra kali pertama sebelum berdirinya kerajaan di Mataram, yang saat ini bernama Yogyakarta. Dia menambahkan, batik adalah warisan turunan dari pengetahuan para Brahmana, dan corak awal batik ini sampai sekarang berada di relief-relief candi di seantero Jawa.
Sebagai bahasa, demikian disampaikan oleh Suharyanto, Seorang penggiat dan praktisi batik tulis di Yogyakarta, Suharyanto, menyampaikan bahwa sebagai bahasa, setiap batik menyampaikan kata-katanya melalui simbol-simbol yang ada pada ragam hiasnya.
Sementara itu pengrajin batik Keraton Surajiyem, yang telah mengabdi di Keraton Yogyakarta sejak 1997, mengatakan bahwa ia akan memperoleh ketentraman batin jika ada generasi muda yang bisa demikian telaten dan sabar untuk melanjutkan karya-karyanya.
Tidak ada komentar