Kearifan lokal bisa menjadi modal pembangunan yang berkelanjutan. Ekonomi kreatif berbasis keanekaragaman budaya dan kelestarian lingkungan hidup pun bisa menjadi salah satu sumber mata pencaharian. Tak hanya itu, gelar wicara ini merespons gaya hidup pada masa pandemi. Apa sebaiknya yang kita lakukan dalam situasi seperti ini?
Pembicaraan ini semakin hangat dan cair karena dimoderatori oleh Ngobryls (Jimi Multhazam dan Ricky Malau), yang mengadopsi gaya ngobrol di tongkrongan ke dalam wawancara. Selain itu, Jimi dan Malau pun sudah lama aktif berbagi konten tentang musik dan budaya kiwari di kanal YouTube mereka.
Ricky Malau memulai percakapan dengan melempar pertanyaan kepada Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, meminta pendapatnya terkait budaya Indonesia. Menurut Hilmar Farid, negara ini sangat kaya. Contohnya hanya ada dua: (1) Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang termasuk paling tinggi di dunia (2) Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya paling banyak di dunia.
Keanekaragaman budaya tersebut kurang dieksplorasi demi kemajuan Indonesia. Indonesia memiliki lebih dari 1.100 suku dan 680-an bahasa Hilmar Farid khawatir bahwa pengetahuan ini akan menghilang secara perlahan.
Pembahasan pengelolaan budaya Indonesia menjadi cuan dibahas oleh Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, Muhammad Neil El Hilman. Menurut Neil El Hilman, budaya dan bahasa Indonesia sangat memungkinkan dimonetisasi.
Sudah ada beberapa contoh pekerja kreatif yang memanfaatkan kekayaan Indonesia untuk menghasilkan karya—dan pastinya uang. Neil El Hilman menyebut beberapa hasil karya itu. Film Uang Panai dari Makassar, misalnya, menggunakan 95% bahasa Makassar dalam dialognya. Di Jawa, hal yang sama juga dilakukan oleh film Yowis Ben, yang menggunakan bahasa Jawa. Yowis Ben bahkan tembus satu juta penonton. Ini salah dua contoh bahwa bahasa daerah juga berpotensi untuk pasar kreatif di Indonesia, bahkan di dunia. Ini juga salah satu cara memperkuat identitas bangsa dan melestarikan bahasa daerah.
Menurut Neil El Hilman, bahasa daerah tidak hanya berjumlah 680-an, tapi lebih dari 1000-an. Namun, karena tidak dilestarikan, maka jumlah tersebut pun berkurang.
Di bagian lain, kepada Deputi Bidang Koordinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Kemenkomarves, Odo R.M. Manuhutu, Jima bertanya, bagaimana respons pemerintah terhadap anak muda sekarang, yang mengangkat budaya lokal dan melek isu lingkungan hidup?
Pemanfaatan teknologi membantu mengapitalisasi budaya Indonesia. Selain film, ada juga medium gim untuk menguatkan sektor ekonomi kreatif. Bila di Korea Selatan, K-Pop hanya membantu 6% ekonomi mereka, gim dapat membantu hingga sampai 60%. Odo Manuhutu menyampaikan, “Perlu kita lakukan bersama, ya, dengan Pak Hilmar dan Pak Neil, adalah bagaimana interaksi antara budaya, alam, dan juga masyarakat ini bisa kita kapitalisasi.”
Pemerintah sedang berusaha mendorong pelaku usaha ekonomi kreatif untuk memanfaatkan sumber daya melimpah, kearifan lokal yang bisa menjadi modal besar, dan pengelolaan budaya yang baik tanpa mencederai lingkungan, yang itu semua dapat bermuara kepada cuan. Kebudayaan bisa juga menghasilkan cuan.
Pandemi COVID-19 telah mengubah cara pandang dan perilaku manusia Indonesia untuk bertahan hidup. Sinkronisasi teknologi dan kebudayaan membantu memberi peluang besar ekonomi kreatif bertahan di situasi apa pun, seperti situasi pandemi saat ini.